Selasa, 23 Desember 2014

Pengalaman Pertama di The Premiere

Mungkin judulnya terkesan membosankan dan terlalu umum untuk dijadikan sebuah tulisan, tapi memang inilah kali pertama saya menonton di bioskop yang bisa dibilang "wah" di kota Surabaya, The Premiere. Alasan mengapa saya memilih nonton di The Premiere adalah karena film yang kali ini saya tonton adalah film yang paling saya tunggu-tunggu, paling berkesan, dan tentunya sangat sesuai genre saya sebagai pecinta film animasi (kecuali Anime), The Hobbit. The Hobbit bisa dikatakan alur ceritanya adalah masa lalu dari film Lord of The Ring yang menurut saya adalah film yang sangat ekstrim. Bagaimana tidak, setiap seri film Lord of The Ring berdurasi minimal 2,5 jam (tidak termasuk Credit), dan pada seri ketiga Lord of The Ring berdurasi hampir 4 jam (tidak termasuk Credit), sungguh luar biasa jika menonton film ini.

Awalnya saya tidak seberapa paham ketika pertama kali menonton The Hobbit pada seri pertama, karena banyak hal yang tidak saya mengerti. Dibantu oleh teman saya, saya disarankan untuk menonton film Lord of The Ring terlebih dahulu. Memang sangat membantu, dan akhirnya saya bisa mengikuti ceritanya hingga seri terakhir ini. Karena banyaknya efek luar biasa dalam setiap film ini membuat saya terpesona dan sangat ingin menonton film terakhir ini secara eksklusif, saya memilih untuk menonton di The Premiere Grand City, Surabaya.

Saat itu adalah hari minggu, ternyata harga tiket pada hari minggu (weekend) adalah 100.000 rupiah. Baiklah, saya menunggu esoknya. Ternyata, esok harinya harga tiket anjok drastis, hanya 60.000 rupiah, dengan senang hati saya akan memesan tiket ini dengan segera saat itu juga dan muncullah kendala. Nonton The Premiere kok sendirian, hayooo. Akhirnya saya mengajak teman-teman saya, ditolak semua. Akhirnya saya mendapatkan teman hanya 1 orang yang mau saya ajak, karena saya merasa tidak enak karena mengajaknya nonton di theater mahal, akhirnya saya subsidi untuk pembelian tiketnya. Ya, yang penting sudah ada temannya!

Saya mengambil jadwal nonton pada pukul 15:20, saya datang untuk booking tempat pada pukul 13:30, karena saya takut tidak kebagian tempat. Karena masih awal, saya datang ke loket biasanya.
"Mbak, The Hobbit The Premiere", pesan saya.
"Maaf, Mas. Tiket The Premiere bisa pesan disana" balas petugas loket sambil menunjuk ke arah sebuah kafe.
Sungguh canggung dan malu saya, apalagi di loket sebelah saya ada orang pula yang memesan, mungkin mereka melihat saya yang salah tempat, haduh. Akhirnya saya pergi meninggalkan loket dan ke kafe tersebut. Kafe bertuliskan "the Premiere" ini terletak di dalam Cinema XXI, banyak juga yang menyebutkan The Premiere Cafe/Lounge, apapun namanya, tempatnya bagus.

Saya masuk dan saya bingung, "Ini pesannya dimana?" batin saya. "Silakan, Mas", ternyata ada satpam yang mempersilakan saya duduk di sebuah kursi putih. Oh, ternyata disini pesannya, saya tau karena ada sebuah layar monitor yang dihadapkan ke saya.
"Silakan duduk, Mas" kata petugas loket,
"Pesan 2 kursi, Mbak" balas saya,
Begitu dimunculkan tata letak theater, saya langsung little heart attact. "Kok sedikit sekali ya". Saya sedikit kebingungan saat memilih kursi, mungkin 5 detik saya kebingungan. Saya memutuskan untuk memesan kursi B3 dan B4. Petugas loket memberikan saya sebuah amplop kecil berwarna perak glossy dengan dua tiket yang ada di dalamnya, tiketnya pun berwarna perak dengan ada butiran-butiran kilap seperti glitter. Beginilah penampakannya.


Sambil menunggu film dimulai, saya berkeliling Grand City Mall sama teman saya. Akhirnya waktu yang ditunggu tiba. Jam tangan saya menunjukkan waktu pukul 15:05. Saya kembali ke Cinema XXI dan membeli camilan terlebih dahulu, yakni Popcorn Asin dan Iced Chocolate. Theaternya ada di dalam kafe itu sendiri, ada sebuah pintu yang juga bertuliskan "the Premiere". Sudah ada petugas yang berdiri disana dan merobek tiket kami. Masuk ke dalam, ternyata theaternya tidak sekecil yang saya duga. Cukup besar tetapi tidak sebesar theater biasanya. Disini ada sedikit kursi. Jarak antara kursi depan dan belakang juga sangat panjang, kira-kira 1 meter-an. Eh by the way, tidak cocok jika disebut kursi, lebih tepatnya sofa. Saya merasa susah mencari sofa saya, karena tulisan kursinya kecil sedangkan sofanya besar-besar. Akhirnya saya menemukan deretan sofa saya, saatnya saya mencari nomor 3 dan 4. ternyata nomornya ada di meja samping sofa. Yup, di theater ini ada meja yang terbuat dari kayu di samping sofa, menyatu antara 1 sofa genap dengan 1 sofa ganjil. Misal saja sofa 3 dan 4 memiliki 1 meja yang menyatu, ini yang membuat jarak antar sofa sebelah cukup panjang. Memang di The Premiere ini haram hukumnya bila nonton sendiri, lebih enak nonton berdua saja, bertiga saja tidak enak, salah satu akan jadi anak tiri (peace).

Pertama kali menduduki sofa

Duduk di sofanya, langsung terasa kenyamanan dan perbedaan dari kursi theater biasa. Sofanya berlapis leather, full hingga ke arm rest nya juga berbalut leather. Sofa ini juga ada leg rest nya. Semua bisa diatur kerebahannya secara elektrik. Mengaturnya dengan sebuah tuas hitam panjang pipih di selipan antara sofa dan arm rest. Terlihat kok, tidak menyelip. Sambil mencoba kursi canggih ini, saya membuat teman saya sangat terlihat ndeso, teman saya sama sekali bingung dengan keadaan sofanya. Memang sofa ini sangat empuk. Pernah melihat sofa di Informa seharga Rp 5 juta? Mungkin sama empuknya dengan itu. Jika memiliki atau pernah mencoba kursi mobil BMW seri 5 atau 7, sama canggihnya dengan itu. hanya saja ditambah leg rest. Sungguh luar biasa memang sofa ini!

Selain itu, ada juga 2 buah selimut di dalam laci meja, terlipat rapi ala hotel dan terbungkus plastik. Mungkin setelah film selesai, petugas langsung melipat dan membawa selimut untuk disegel plastik kembali. Selimutnya wangi, tapi wanginya bisa dirasakan seperti bau Molto. Selimutnya saya rasa kurang panjang. Bagi yang bertubuh tinggi mungkin akan jadi masalah. Pada arm rest kiri saya, ada sebuah cup holder untuk menaruh minuman, dan jangan khawatir jika akan jadi rebutan, karena di setiap kursi sudah disediakan cup holder dan terpisah antara sofa satu dengan lainnya. Sungguh lengkap sekali!

Untuk masalah elektrik sofanya adalah yang paling saya suka. Meskipun disetel sangat rebah sekalipun, posisi kepala dan mata saya tetap menghadap layar dengan baik, tidak berubah bentuk seperti kasur. Jika direbahkan, sandaran sofa akan semakin mundur dan turun, bagian bawah akan naik, dan leg rest akan naik hingga sejajar horizontal. Jika diposisikan paling rebah, posisi badan saya akan terasa seperti duduk di dalam sebuah mobil F1, posisi betis akan sedikit lebih tinggi daripada perut saya. Ini tidak akan mengganggu karena inilah posisi yang mengikuti postur tubuh.
Bentuk kerebahan sofa The Premiere

Bagi yang belum terbiasa duduk di sofa, tetap saja sofa senyaman ini akan membuat leher dan lutut lelah, saya pun merasakannya. Trik saya, dengan menyilangkan posisi kaki saya dan rutin mengubah posisi sofa. Karena sofa ini sangat lebar, saya lebih leluasa bergerak agar nyaman saat menonton.

Detik-detik sebelum film diputar. Dingin nih, Bro

Oke, lepas dari sofa, tentang keadaan theater. Theater The Premiere ini memang tidak berbeda dengan theater biasanya, mulai dari kualitas suara dan kualitas gambar juga sama dengan theater biasa. Memang The Premiere ini keistimewaannya terletak pada sofanya dan ACnya yang lebih dingin. Serius, dingin banget, mungkin karena ukurannya yang lebih kecil. Saat menonton juga tidak terganggu oleh kepala-kepala yang menghalangi pandangan kita. Di theater biasa, biasanya kita akan menemukan orang yang bertubuh tinggi dan menghalangi pandangan kita, tapi di The Premiere saya rasa tidak seperti itu. Semua penonton disini pada tiduran semua, bahkan ada yang bermain handphone dan uniknya cahaya dari ponselnya tidak menggangu penonton yang berada di atasnya, ini karena sofanya yang besar.

Akhirnya film berakhir pada pukul 17:45. Karena di dalam sangat dingin, membuat hasrat ingin buang air kecil bergejolak. Saya pun langsung ke WC yang dibuat khusus untuk para pelanggan The Premiere. Yah, ternyata WCnya kecil dan penuh. Saya pun buang air kecil di WC luar Cinema XXI. Setelah itu kami pulang ke rumah masing-masing.

Bagaimana? Seru kan. Jika ingin menonton secara eksklusif atau menonton bersama orang istemewa, The Premiere bisa jadi pilihannya, tapi disarankan nonton ketika hari kerja (non weekend).

7 komentar:

  1. mantap.. :D btw saya juga pernah nonton di XXI sendirian. Kapokkkkk wkwkwk

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kenapa gt mas? Hehhe. Ya mas sy jg sendirian. Rada katrok. Sumpah wkwk

      Hapus
  2. Menarik sekali, perlu saya coba ini..
    kebetulan lagi cara tentang hal ini.

    BalasHapus
  3. Mau mendapatkan pelayanan yang baik dan ramah???

    Modal Kecil bisa mendapatkan hasil yg luar biasa...

    BalasHapus
  4. artikelnya sangat bagus, terima kasih telah membagi informasi tersebut

    BalasHapus
  5. Yah begitulah, backlink dari google ini memang perlu untuk kita kejar dan kita dapatkan

    BalasHapus

Tour Museum Tugu Pahlawan Surabaya | Arti Sebuah Sejarah

" Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghormati jasa pahlawannya " Begitulah kalimat yang sering kita dengar pada setiap ...